Musyawarah Wilayah AMAN Kaltim I telah berakhir pada Selasa, 12 April 2011 di Gedung Keuskupan Agung Samarinda. Program penguatan komunitas adat dan resolusi-rekomendasi telah diususun. Terpilih F. Jiu Luay (komunitas Modang) dan Margaretha Seting Beraan (komunitas Bahau) sebagai ketua Dewan AMAN Kaltim dan Ketua Badan Pengurus Harian.
-------
Musyawarah AMAN Kaltim I berakhir pada larut malam di hari Selasa, 12 April 2011. Kegiatan tersebut telah menghasilkan rumusan tindakan komunitas masyarakat adat Kaltim terhadap kerangka kerja penegakkan hak-hak adat serta sikap pada REDD+, disamping memilih kepengurusan. Sejak Senin, 11 April 2011 lima puluh delapan peserta hadir mewakili tiga puluh tiga kampung/komunitas pemiliki hak suara.
Dalam menegakkan hak komunitas adat AMAN Kaltim mencanangkan penguatan kelembagaan adat di tingkat basis dalam bidang politik, ekonomi dan budaya. Menguatnya hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong lebih tinggi posisi tawar komunitas masyarakat adat di hadapan Negara, selaku perencana pembangunan.
Agenda penguatan di bidang politik adalah (1) Penguatan organisasi sampai tingkat basis; (2) Penguatan kapasitas pemuda adat; (3) Penguatan kapasitas Hak perempuan masyarakatr adat; (4) Penguatan perempuan dilakukan di basis, tidak dari pusat; (5) Gerakan pendokumentasian & dipublilasikan hak asal usul masyarakat adat; (6) Merekomandasikan kepada pemerintah untuk mendukung segala kegiatan di tingkat komunitas adat; (7) Mendokumentasikan dan mengelola dokumen sejarah kepemilikan lahan masyarakat adat; (8) Mengambil peran dalam menciptakan keamanan di daerah yang berkonflik; (9) Melakukan pemetaan dan penataan ruang kelola masyarakat adat berdasarkan kesejarahan batas-batas wilayah; (10) Menghidupkan musyawarah adat di tingkat kampung.
Untuk penguatan di bidang ekonomi, AMAN Kaltim akan melakukan (1) Penguatan kelembagaan Ekonomi kerakyatan yang mandiri di masing-masing komunitas masyarakat adat secara setara berbasiskan sumber daya alam yang dikelola secara berkelanjutan; (2) Mendorong adanya kebijakan/regulasi yang berpihak kepada masyarakat adat bagi bertumbuhnya ekonomi kerakyatan,diantaranya melalui PERDES & PERDA; (3) Mefasilitasi pengembangan komoditi yang dikuasai oleh masyarakat adat seperti hasil laut, hasil sungai, hasil hutan, perkebunan, perikanan darat, dan lain sebagainya; (4) Pengamanan terhadap basis-basis produksi sumber daya alam masyasrakat adat melalui pemetaan wilayah dan potensinya; (5) Adanya departemen khusus di AMAN yang menangani Ekonomi Kerakyatan; (6) Penguatan peran serta perempuan di dalam sistem pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan dengan kerafian lokal di masing-masing komunitas masyarakat adat.
Sementara di bidang budaya (1) Memperjuangkan pengakuan peradilan adat oleh Negara; (2) Ada wadah untuk memperjuangkan hak-hak perempuan adat; (3) Menggali, memperkuat dan melindungi hak dan budaya masyarakat adat; (4) Menghentikan pencurian terhadap hak-hak intelektual masyarakat adat dan melakukan advokasi hak-hak intelektual masyarakat adat; (5) Mengembangkan pusat-pusar/simpul akar budaya MA dan mengembangkan sekolah-sekolah khas masyarakat adat; (6) Penguatan hukum adat; (7) Mengembangkan data base kearifan lokal masyarakat adat; (8) Pemerintah Indonesia agar segera meratifikasi konvensi-konvensi Internasional; (9) Meminta dan mendesak DAMAN melakukan sosialisai hasil kongres AMAN III kepada seluruh masyarakat adat di Indonesia.
AMAN Kaltim juga menerbitkan resolusi dan rekomendasi kepada para pengambil kebijakan terkait dengan keberadaan masyarakat adat.
Pertama, mendesak Pemerintah Daerah untuk memastikan bahwa MA terlibat secara penuh dan aktif dalam setiap pengambilan keputusan, monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek-proyek pembangunan dan invenstasi yang masuk diwilayah Adat, seperti Pertambangan, Perkebunan, Kehutanan, Program REDD maupun pengembangan wilayah konservasi.
Kedua, mendesak pemerintah untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberadaan proyek-proyek pemerintah, perusahaan kehutanan, pertambangan dan perkebunan di Kalimantan Timur untuk memastikan apakah perusahaan tersebut telah melanggar hak-hak MA atau tidak, dan jika ditemukan pelanggaran harus diberi tindakan atau sanksi serta memastikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya.
Ketiga, mendesak Menetri Kehutanan untuk mencabut ijin-ijin konsesi dan kawasan konservasi di wilayah yang belum mendapatkan persetujuan dari MA.
Keempat, mendesak Pemerintah Daerah dan DPRD untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak MA atas tanah dan SDA, Lembaga/Institusi Adat, Hukum Adat melalui PERDA dengan menerima konsep dari PW dan PD AMAN mulai dari proses awal sampai menjadi PERDA.
Kelima, mendesak pemerintah propinsi Kalimantan Timur dan kabupaten-kabupaten di Kalimantan Timur serta DPRD untuk melibatkan PW dan PD AMAN Kalimantan Timur sebagai organisasi MA dalam membuat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program-program yang berhubungan dengan MA.
Keenam, menuntut pemerintah untuk menghentikan kekerasan, termasuk penangkapan kepada masyarakat adat yang melakukan tuntutan atas hak mereka serta segera meninjau ulang keputusan-keputusan pengadilan yang memenjarakan/menghukum MA karena menuntut haknya.
Ketujuh, merekomendasikan kepada pemerintah untuk dapat memasukan muatan Lokal Kurikulum tentang pengetahuan adat istiadat.
Kedelapan, menuntut pemerintah dan pihak swasta untuk menghentikan praktek hiburan malam yang tidak sehat yang didatangkan dari luar ke wilayah MA karena dapat merusak generasi MA.
Kesembilan, mendesak pemerintah propinsi Kalimantan Timur dan kabupaten-kabupaten di Kalimantan Timur untuk meninjau kembali penetapan tata batas wilayah diatas wilayah MA yang menyebabkan konflik horizontal antar masyarakat dan memberikan pengakuan serta legislasi (pengakuan hukum) terhadap hasil pemetaan wilayah adat yang dipetakan secara partisipatif.
Kesepuluh, mendesak pemerintah daerah agar tidak member perpanjangan ijin kepada perusahaan yang akan habis masa HGU-nya dan mengembalikan tanah tersebut kepada MA.
Kesebelas, penyelesaian konflik tapal batas harus diselesaikan berdasarkan batas wilayah (ulayat/adat) MA secara turun menurun.
Apabila para pengambil kebijakan tidak menanggapi resolusi dan rekomendasi tersebut, maka AMAN Kaltim menyerukan agar masyarakat adat mengambil jalannya untuk menegakkan hukum adatnya sendiri dan tidak memilih bupati-DPRD (wakil rakyat) yang tidak berpihak pada masyarakat adat,.
Sebelum Muswil AMAN Kaltim I ditutup, para peserta memilih kepengurusan untuk masa bakti lima tahun. Peserta memilih sebelas orang anggota Dewan AMAN Kaltim dengan komposisi empat orang perempuan dan tujuh orang lelaki. Kesebelas orang tersebut bersepakat memberikan mandate pada F. Jiu Luay dari komunitas Modang, Kutai Barat sebagai ketuanya. Dan para pesera juga memilih Margaretha Seting Beraan dari komunitas Bahau sebagai ketua Badan Pengurus Harian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar