Press Release Perayaan hari masyarakat adat sedunia di
depan kantor DPRD tk I Kaltim, 9 Agustus 2012
BATAS DESA ATAU KAMPUNG HARUS BERDASARKAN BATAS ADAT dan
PERJANJIAN LAINNYA YG TELAH DISEPAKATI SECARA ADAT
Maraknya persengketaan antara kelompok masyarakat dengan
perusahaan atau antara kampung di Kaltim kebanyakan bermula dari sengketa
perebutan hak atas tanah baik perebutan antar masyarakat didalam kampung maupun
antar kampung dengan kampung
Seringnya akar dari permasalahan antar kampung tentang
tata batas wilayah adalah adanya dualisme tata batas yg berlaku dalam
masyarakat, yaitu tata batas adminstrasi pemerintahan desa versus batas adat yg
turun temurun. Konflik menjadi semakin parah dengan tidak jelasnya pengakuan
pemerintah atas batas adat yg disengketakan
Konflik tata batas sering menjadi masalah laten bagi
kesatuan antar komunitas bahkan antar suku, konflik menyebabkan hilangnya
ketenangan, penghidupan yg layak bahkan hilangnya nyawa masyarakat yg
berkonflik.
Mekanisme penyelesaian konflik sering manipulatif mencari
kepraktisan dengan menggunakan kelemahan peraturan yg ada
Contohnya: Berita acara pelimpahan penyelesaian tata
batas wilayah antar kampung kepada pemkab kubar utk ditindaklanjuti oleh pemkab
yg mengacu pada peluang yg diberikan oleh permendagri no 27 tahun 2006, penyerahan semacam
ini cenderung membuat keputusan sepihak dalam penetapan yg seringnya berujung
pada konflik lagi akibat ketidakpuasan salah satu atau semua pihak yg berkonflik
Perusahaan yg beroperasi diwilayah sengketa justru ikut
memperkeruh dengan mengadu domba masyarakat sesuai kepentingan ekonomisnya
terhadap kawasan tersebut. Contoh yg telah terjadi adalah kasus antara warga
Muara Tae dengan warga Muara Ponaq yg di manfaatkan oleh PT. Munte Waniq Jaya
Perkasa dengan PT. Borneo Surya Mining Jaya dalam beroperasi membuka lahan
perkebunan sawit mereka.
Juga terjadi di kampung Lung Huvung karena masuknya PT.
Fangiono Agro plantation (FAP)
Banyak konflik tatabatas tidak terselesaikan akibat
hilangnya wibawa pemerintah dalam penyelesaian konflik tata batas bahkan ada
indikasi pembiaran terhadap konflik tata batas yg ada utk kepentingan
pihak-pihak lain terhadap fungsi ekonomis/politis kawasan yg disengketakan
Oleh karena itu AMAN Kaltim bersama Masyarakat Adat
menyerukan :
1. Harus ada
penghormatan adat istiadat budaya setempat dengan menjadikan tata batas kampung
sebagai syarat utama penentuan dan penetapan tata batas antar kampung
2. Jika ada pembagian/pemekaran wilayah utk kepentingaan
administrasi desa haruslah disesuaikan dengan keputusan adat yg memperhatikan
batas-batas adat maupun perjanjian-perjanjian2 adat yg pernah dilakukan
sebelumnya
3. Pengukuhan tata batas yg ada haruslah dilakukan secara
adat agar mengikat semua pihak termasuk pendatang maupun pemerintah daerah
setempat secara spiritual dan legal.
Sebagai kontrol publik terhadap penyelesaian konflik tata
batas antar kampung ini maka AMAN Kaltim dan Masyarakat Adat akan bermitra
dengan semua media dan akan menggunakan kekuatan media , baik radio, koran
maupun televisi untuk menyuarakan suaranya sehingga media di kaltim dapat
menjadi "Voice of Voiceless". Hal ini sejalan dengan Tema Perayaan
hari Masyarakat Adat Sedunia Tahun ini adalah: Media untuk memperkuat suara
masyarakat adat.
Kontak : Margaretha Seting Beraan (ketua BPH AMAN Kaltim,
Ketua Badan Teritorial Telapak Kaltim) Hp: 085296285818