Sabtu, 26 Oktober 2013

PENTINGNYA PENDOKUMENTASIAN  UNTUK PENGUATAN KAWASAN HUTAN ADAT

 




                Padatanggal 25 – 27 september 2013 Working Group ICCAs Indonesia (WGII) dan FoMMA (Forum Musyawarah Masyarakat Adat) mengadakan Workshop dengan mengusung tema” Pengakuandan Penguatan Pengelolaan Hutan Adat dan Kawasan Konservasi oleh Masyarakat Adat : Pengalaman dan Ruang Kebijalan”.Acara sendiri dilaksanakan di Malinau, Kabupaten Malinau – Kalimantan Timur.
                Turut hadir dalam acara ini wakil – wakil dampinagan Masyarakat Adat Dampinganseperti WWF KalBar, WWF KalTeng, WWF, HUMA, NTFP-EP, Sawit Watch, AMAN, Pusaka/FPP, Kiarradan pengurus FoMMA.
Tujuandari workshop ini sendiri adalah agar bisa bertukar pikiran tentang pengalaman pengelolaan sumber daya alam yang berkeanekaragaman hayati tinggi dan bertukar pikiran pengalaman masyarakat tentang pentingnya melakukan pemetaan atau dokumentasi partisipatif supaya bisa memahami peluang dan tantangan hak- hak masyarakat adat atas sumber daya alam dan sistem hukum dan membuat rencana aksi terhadap perubahan status hukumhutan adat.
                Hadir pada saat itu Pak Yance Arizona sebagai narasumber. Pak Yance Arizona melihatpeluang pada Perda Malinau NO.10/2012. Perda Malinau memberi ruang dalam berjalanya pengelolaan hutan adat dimana dalam pengelolaan hutan adat itu menjadi ruang terbuka untuk melakukan konservasi oleh masyarakat adat.

                Kawasan adat umumnya adalah kawasan yang sudah di konservasi oleh masyarakat adat akan tetapi kawasan-kawasan ini banyak tidak diketahui oleh orang luar termasuk pemerintah dan investor sehingga yang terlihathanya hutan, padahal hutan itu ada sudah dikonservasi sebelumnya oleh masyarakat adat melalui aturan-aturan adat, tatanan adat, ritual-ritual, larangan ataupun upacara-upacara adat yang bersifat kontinu dilakukan setiap periode tertentu seperti upacara tahunan. Salah satu contoh kawasan adat yang di konservasi masyarakat adat adalah Tana’ Ulen yang ada di komunitas adat DayakKenyah.
                Agar masyarakat luas mengetahui tentang kawasan-kawasan adat ini maka di lakukan pemetaan yang  berguna untuk pendokumentasian. Pemetaan merupakan alat pendokumentasian yang utama dan sangat bermanfaat untuk menetapkanb atas-batas tanah ulayat supaya menjadi ketentuan,untuk mengetahui potensi SDA  yang ada, sebagai bahan informasi bahwa sudah ada tataguna lahan, sebagai bukti riwayat kepemilikan lahan, dan untuk melindungi sumber-sumber penghidu panmasyarakat lokal sehingga pihak-pihak luar mengakui kawasan-kawasan adat ini.Kemudian hasil pemetaan ini akan deregister oleh lembaga BRWA.
                Presentasi juga disamapaikan oleh wakil dari Taman Nasional Wasur – Papua tentang bagaimana mendokumentasikan dan bagaimana Zonasi dalam taman nasional dibuat tapi masyarakat tetap dapat mengakses hasil hutan tetapi tetap melindungi hasil hutan tersebut karena di dalam Taman Nasional Wasur juga terdapat Masyarakat Adat.
                Presentasi lainnya juga datang dari peserta-peserta workshop ini sendiri karena selain menjadi peserta, para peserta ini juga menjadi narasumber yang saling berbagi pengalaman dalam pertemuan ini.
                Hasildaripertemuaniniadalahadanyakesepakatanuntukpendokumentasiankawasantanahadatini, serta mendorong kebijakan di tingkat lokal sehingga ada kebijakant eknis yang aplikatif yang bisa membuat mereka mengelola tanah adatnya secara berkelanjutan sehingga memunculkan beberapa rekomendasi seperti melakukan pemetaan wilayah adat, mendokumentasikan ritual,budaya, tarian, SDA dll. Berkaitan dengan wilayah adat, mendorong kebijakan di tingkat lokal masing-masing daerah supaya ada kebijakan yang menaungi masyaraka ini, ada dasar hukum yang melindungi masyarakat atas wilayah tanah adatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar