Konsultasi Publik RUU PPHMHA di Kaltim
Amankaltim.blogspot.com. Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat yang berlangsung di Ruang Ruang Rapat Tepian, Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Samarinda 11 juni 2014 disambut antusias oleh para peserta, terutama dari pihak CSO dan NGO serta wakil-wakil masyarakat adat se Kalimantan Timur, seperti Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Paser yang serentak dalam setiap komentar mereka mendesak disahkannya RUU PPHMHA ini.
Konsuntasi Publik ini diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama dengan UKP4, Kementrian Kehutanan dan BP-REDD+. Konsultasi Publik RUU PPHMHA ini bertujuan untuk memperluas ruang publik dalam memberikan masukan terhadap RUU PPHMHA versi pemerintah. Sebelumnya juga telah dilaksanakan konsultasi publik serupa di Provinsi Jambi pada tanggal 4 juni yang lalu dan direncanakan akan dilaksanakan di Jakarta pada akhir bulan juni 2014 ini.
Dalam pidato singkatnya Awang Faroek Ishak selaku Gubernur Kalimantan Timur menyambut baik adanya konsultasi publik ini. Dan pertemuan ini sangat bermanfaat karena dari pertemuan ini bisa didengar semua pendapat dari berbagai kelompok masyarakat. Menurut beliau pengakuan terhadap Masayarakat adat ini sudah ada sebelun negara ini merdeka, akan tetapi pengakuan terhadap masyarakat adat mengalami degradasi dari waktu kewaktu dan diperparah dengan masuknya investasi-investasi yang memaksa masyarakat adat semakin tersingkir.
Presentasi juga datang dari Staf Khusus Menteri Kehutanan Bidang Perundang-Undangan, I Made Subadia Gelgel yang mempresentasikan tentang hak dan kewajiban masyarakat hukum adat, dalam presentasi ini juga terungkap bahwa pengesahan RUU PPHMHA ini akan memakan waktu lama. Karena masih menunggu kesusaian waktu antara DPR RI dengan pemerintah. Jadi kemungkinan besar tidak selesai dalam waktu dekat. Ditambah lagi adanya kemungkinan perbedaan pandangan antara DPR dan pemerintah.
Berbagai tanggapan muncul dari rencana penundaan pengesahaan RUU PPHMHA. salah satunya dari Margaretha Seting, menurut beliau pembahasan tentang RUU PPHMHA ini harus segera dipercepat dan tidak ada lagi penundaan-penundaan mengingat urgensi Undang-undang ini untuk kemasalahatan masyarakat adat yang sudah tidak sabar akan adanya undang-undang yang mengayomi mereka. Sehingga kalau di tunda lagi akan mendapat berbagai kendala dimana, RUU ini harus dibahas lagi oleh anggota DPR RI yang baru. Karena anggota DPR RI yang baru ini harus mempelajari lagi dari awal lagi, itu berarti akan memakan waktu lebih lama dan merupakan pemborosan waktu serta biaya. Sedangkan masyarakat adat memerlukan undang-undang yang memayungi mereka segera ada. Selain itu Margaretha Seting juga menambahkah diperlukan komisi yang bekerja di dalam undang-undang ini bukan panita, karena panitia ad hoc ini memiliki keterbatasan dalam jangka waktu kerja dan juga jangkauan kerja sehingga terasa tidak efisien untuk menjangkau masyarakat adat yang ada di komunitas-komunitas maupun tingkat kabupaten untuk melakukan verifikasi, identifikasi dan registrasi terhadap komunitas-komunitas masyarakat adat.
Hampir semua tanggapan dari pesertsa dalam konsultasi publik ini serentak untuk mendesak supaya RUU PPHMHA ini segera disahkan, dikhawatirkan kalau RUU ini ditunda- tunda. konflik-konflik dimasyarakat berlarut-larut dan pengakuan masyarakat akan eksistensi masyarakat adat hanya setengah-setengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar