Selesaikan Konflik Secara Adat Sebagai Solusi Untuk Mencapai Akhir Manis
Amankaltim.blogspot.com (28/03/2015) Konflik Elisason Tokoh Adat Dayak Kaltim dengan dua personel kepolisian dari Polres Kutai Kartanegara diakhiri dengan damai. Perdamaian disetujui kedua belah pihak dengan menanggalkan tatanan hukum positif negara dan beralih ke hukum adat, mengingat kedua belah pihak merupakan suku asli Kalimantan Timur.
Mediasi perdamaian berlangsung di Sekretariat Dewan Adat Dayak (DAD) Kukar, Tenggaronng (25/03/2015) dengan mediator Rama Asia selaku anggota DPRD dan Tokoh Dayak Kaltim dan Merang ketua DAD Kukar dengan menggunakan ritual adat Dayak Tonyoii dan Dayak Benuaq.
Dalam wawancara Elisason menyatakan "Proses penyelesaian secara adat ini merupakan solusi yang amat manis, dimana inilah yang disebut dengan win win solution. Kalau mencari kesalahan, kami sama - sama salah. Tetapi mencari masalah tidak akan menyelesaikan masalah. Jadi acara perdamaian ini sudah menutupi semuanya. Tegas Elisason.
Hal Senada juga diungkapkan Yulita dari perkumpulan Stabil yang juga merupakan Ketua Forum Resolusi Konflik SDA Kaltim. Menurut Yulita, pilihan penyelesaian secara adat ini baik untuk ditiru di tempat - tempat lain karena biasanya ketika berperkara di pengadilan, kebanyakan masyarakat adat selalu kalah dengan banyak hal yang menyertai seperti terpancing emosi dan anarkis. Membawa polisi untuk berpihak kepada kita juga merupakan sebuah pendekatan bahwa kita bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan damai.
Dari kacamata hukum Erika memaparkan "secara yudis formal Penyelesaian konflik seperti ini sudah tertuang dalam Undang - Undang penanganan konflik no. 7 tahun 2012 tentang mekanisme pencegahan. Penyelesaian konflik secara adat ini merupakan pencegahan dan melibatkan semua pihak serta membangun hubungan kebersamaan kedepan. Ada beberapa teori humkum konflik baik yang bersifat distributif maupun fungsionatif dan penyelesaian konflik ini bersifat fungsional karena membangun tatanan baru yang positif, baik itu untuk Polres Kukar ataupun untuk Masyarakat adat dayak itu sendiri",tambah Erika yang memang aktif dibidang advokasi masyrakat adat.
Perseteruan Elisason dengan Personel Polres Kukar berpangkal pada bentrokan di tahun 2014. Saat itu Elisason mendapingi aksi masyarakat adat dayak melakukan aksi terkait penembakan warga dayak di Pulau Pinang, Kutai Kartanegara oleh anggota TNI pada November 2014 hingga terjadi penangkapan Elisason pada 22 Maret 2012 pukul 23.00 wita dengan sangkaan pasal 55, 56, 333 dan 368 KUHP.
Elisason sempat diBAP dan berstatus tersangka sebelum akhirnya diperbolehkan pulang dengan syarat, jika diperlukan keterangan lanjutan maka akan diperiksa kembali.
Akhirnya atas nama solidaritas Dayak Kaltim yang berkoordinasi dengan beberapa lembaga adat (PDKT dan DAD Kukar) setuju untuk mendukung mediasi konflik ini dengan jalan damai karena pihak yang bersetru merupakan sama - sama suku asli Kalimantan Timur, agar dihentikan proses hukum kasus ini (SP3) yang disambut baik oleh Polres Kukar yang bersedia agar kasus ini diselesaikan di ranah adat.
Foto : Rusli Paser
Akhirnya atas nama solidaritas Dayak Kaltim yang berkoordinasi dengan beberapa lembaga adat (PDKT dan DAD Kukar) setuju untuk mendukung mediasi konflik ini dengan jalan damai karena pihak yang bersetru merupakan sama - sama suku asli Kalimantan Timur, agar dihentikan proses hukum kasus ini (SP3) yang disambut baik oleh Polres Kukar yang bersedia agar kasus ini diselesaikan di ranah adat.
Foto : Rusli Paser
Tidak ada komentar:
Posting Komentar