Senin, 20 Agustus 2012

BATAS DESA ATAU KAMPUNG HARUS BERDASARKAN BATAS ADAT dan PERJANJIAN LAINNYA YG TELAH DISEPAKATI SECARA ADAT

Press Release Perayaan hari masyarakat adat sedunia di depan kantor DPRD tk I Kaltim, 9 Agustus 2012







BATAS DESA ATAU KAMPUNG HARUS BERDASARKAN BATAS ADAT dan PERJANJIAN LAINNYA YG TELAH DISEPAKATI SECARA ADAT



Maraknya persengketaan antara kelompok masyarakat dengan perusahaan atau antara kampung di Kaltim kebanyakan bermula dari sengketa perebutan hak atas tanah baik perebutan antar masyarakat didalam kampung maupun antar kampung dengan kampung



Seringnya akar dari permasalahan antar kampung tentang tata batas wilayah adalah adanya dualisme tata batas yg berlaku dalam masyarakat, yaitu tata batas adminstrasi pemerintahan desa versus batas adat yg turun temurun. Konflik menjadi semakin parah dengan tidak jelasnya pengakuan pemerintah atas batas adat yg disengketakan



Konflik tata batas sering menjadi masalah laten bagi kesatuan antar komunitas bahkan antar suku, konflik menyebabkan hilangnya ketenangan, penghidupan yg layak bahkan hilangnya nyawa masyarakat yg berkonflik.



Mekanisme penyelesaian konflik sering manipulatif mencari kepraktisan dengan menggunakan kelemahan peraturan yg ada

Contohnya: Berita acara pelimpahan penyelesaian tata batas wilayah antar kampung kepada pemkab kubar utk ditindaklanjuti oleh pemkab yg mengacu pada peluang yg diberikan oleh permendagri no 27 tahun 2006, penyerahan semacam ini cenderung membuat keputusan sepihak dalam penetapan yg seringnya berujung pada konflik lagi akibat ketidakpuasan salah satu atau semua  pihak yg berkonflik



Perusahaan yg beroperasi diwilayah sengketa justru ikut memperkeruh dengan mengadu domba masyarakat sesuai kepentingan ekonomisnya terhadap kawasan tersebut. Contoh yg telah terjadi adalah kasus antara warga Muara Tae dengan warga Muara Ponaq yg di manfaatkan oleh PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dengan PT. Borneo Surya Mining Jaya dalam beroperasi membuka lahan perkebunan sawit mereka.

Juga terjadi di kampung Lung Huvung karena masuknya PT. Fangiono Agro plantation (FAP)



Banyak konflik tatabatas tidak terselesaikan akibat hilangnya wibawa pemerintah dalam penyelesaian konflik tata batas bahkan ada indikasi pembiaran terhadap konflik tata batas yg ada utk kepentingan pihak-pihak lain terhadap fungsi ekonomis/politis kawasan yg disengketakan



Oleh karena itu AMAN Kaltim bersama Masyarakat Adat menyerukan :



1.  Harus ada penghormatan adat istiadat budaya setempat dengan menjadikan tata batas kampung sebagai syarat utama penentuan dan penetapan tata batas antar kampung



2. Jika ada pembagian/pemekaran wilayah utk kepentingaan administrasi desa haruslah disesuaikan dengan keputusan adat yg memperhatikan batas-batas adat maupun perjanjian-perjanjian2 adat yg pernah dilakukan sebelumnya



3. Pengukuhan tata batas yg ada haruslah dilakukan secara adat agar mengikat semua pihak termasuk pendatang maupun pemerintah daerah setempat secara spiritual dan legal.



Sebagai kontrol publik terhadap penyelesaian konflik tata batas antar kampung ini maka AMAN Kaltim dan Masyarakat Adat akan bermitra dengan semua media dan akan menggunakan kekuatan media , baik radio, koran maupun televisi untuk menyuarakan suaranya sehingga media di kaltim dapat menjadi "Voice of Voiceless". Hal ini sejalan dengan Tema Perayaan hari Masyarakat Adat Sedunia Tahun ini adalah: Media untuk memperkuat suara masyarakat adat.



Kontak : Margaretha Seting Beraan (ketua BPH AMAN Kaltim, Ketua Badan Teritorial Telapak Kaltim) Hp:  085296285818