Sabtu, 15 Agustus 2015

REKOMENDASI PRESIDEN ATAS TEMUAN KOMNAS HAM DALAM INKUIRI NASIONAL UNTUK PERBAIKAN HUKUM DAN KEBIJAKAN

Inkuiri Nasional Komnas HAM Tentang Hak Masyarakat Adat Atas Wilayahnya di Kawasan Hutan


Penggusuran Paksa PT. Subur Abadi Wana Agung di Wilayah Adat Long Bentuq

Komnas HAM meililih isu hak-hak masyarakat adat di kawasan hutan karena adanya indikasi bahwa permasalahan ini dialami oleh banyak masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Inkuiri Nasional nasional ini dilakukan pada kondisi dimana telah terjadi perbaikan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan namun pelanggaran HAM masih terus terjadi.kasus elanggaran HAM yang diungkap dalam Inkuiri Nasional bersifat struktural, tersembunyi, terpendam dan menyimpang peluang muncul berulang.

Minim sekali pengakuan pemerintah atas terhadap masyarakat adat dan hak-hak atas wilayahnya, termasuk hutan adatnya, dalam wilayah – wilayah yang ditunjuk sebagai kawasan hutan tersebut. Pemerintah juga menerbitkan menerbitkan izin-izin pinjam pakai atas kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dan melepaskan “kawasan hutan”tersebut menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) yang dapat dialikasikan bagi pembangunan perlebunan dan peruntukan lainnya.

Dari hasil temuan dilapangan dalam Inkuiri Nasional di  tujuh wilayah seperti Sulawesi , Kalimantan, Sumatra, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, dan Papua serta Jakarta didapat 10 rekomendasi dari Presiden terkait Hak Masyarakat Adat Atas wilayahnya di Kawasan Hutan. Yaitu :
1.       Membentuk embaga indipenden dibawah presiden yang memiliki mandat :

a.       Mempersiapkan berbagai kebijakan dan kelembagaan yang menangani pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak-hak Masyarakat Adat.
b.      Menyelesaikan konflik tenurial Masyarakat Adat baik bersifat horizontal maupun vertikal di kawasan hutan.
c.       Merumuskan dan melaksanakan pemberian remedi kepada masyarakat adat dan warganya yang telah menjadi korban pelanggaran HAM dan untuk mencegah berulangnya perlanggaran HAM
d.      Mengkaji ulang secara terpadu izin-izin dan kebijakan dikawasan hutan dan bekas kawasan hutan, termasuk pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir, pertambangan, perkebunan yang tumpang tindih di wilayah Masyarakat Adat.

2.       Memfasilitasi percepatan pembentukan UU tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat
3.       Menyusun dan mengambil langkah nyata, terukur, dan terjadwal untuk memulihkan (remedi) hak-hak masyarakat adat yang telah dilanggar tanpa menunda pemenuhan ha atas keadilan yang melekat pada diri masyarakat adat.
4.       Penundaan kasus-kasus HAM dan konflik tenurial kehutanan secara menyeluruh dan lintas sektoral secara nasional atas masyarakat adat. Dalam hal ini, presiden perlu secara tegas memulihkan kewenangan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada  pengurusan lingkungan hidup dan sumber daya hutan.
5.       Mendukung segera implementasi putusan MK No. 35/PPU-XX/2012 an segera menerbitkan UUPPMHA.
6.       Perlu perbaikan sistem perizinan dan penetapan kebijakan pengelolaan kawasan hutan untuk mencegah korupsi , sebagai bagian Renaksi Nota Kesepakan Bersama 12 K/L “Pecepatan Pengukuhan Kawasan Hutan” Komisi Pemberantasan Korupsi (yang sejak 19 Maret 2015 berubah menjadi Geralan Nasional untuk Penyelamatan SDA yang meliputi 29 K/L).
7.       Memperbaiki sistem perizinan pemanfaatan sumber daya alam didasari prinsip transparan, partisipatif, dan akuntabel, mencakup juga prinsip persetujuan bebas tanpa paksaan.
8.       Mempercepat pengembangan sistem informasi sumber daya alam dan linkungan hidup, termasuk peta unggul, untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
9.       Memastikan adanya keterbukaan informasi atas dokumen kebijakan publik, antara lain, Berita Acara Tata batas kawasan Hutan beserta peta-peta lampirannya, peta penunjukan dan penetapan kawasan hutan, peta HGU, kontrak karya, RTRWP kabupaten/propinsi, dalam format yang dapat digunakan untuk analisis keruangan, laporan studi AMDAL serta kajian berbagai kementrian dan lembaga tentang tumpang tindih dengan wilayah masyarakat adat.

10.   Khusus wilayah Papua, pemerintah perlu mengkaji ulang konsep pembangunan di Papua berdasar pada prinsip penghormatan dan perlindungan HAM. Semangat UU no. 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus  Papua perlu menjadi rujukan. Pemerintah, Gereja dan Masyarakat Adat perlu merumuskan konsep pembangunan Khas Papua dan menyelesaikan konflik hak dan pengelolaan SDA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar