SOSIALISASI KONSEP MINERBA KPK
Amankaltim.blogspot.com. Yayasan Silvagama bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan diskusi terbatas dengan Community Social Groups (CSGs) seperti CSO dan NGO terkait dengan sistem Indonesia Memantau Hutan (IMH) dan tentang kondisi hutan di Kalimantan Timur dengan narasumber dari perwakilan KPK yang diadakan di Barilto Resto and Cafe pada hari rabu, 12 Maret 2014 pukul 09.00 wita.
Acara ini bertujuan untuk melihat respon dari dari CSO dan NGO di Kalimantan Timur sehubungan dengan sistem Indonesia Memantau Hutan (IMH) .
IMH sendiri merupakan sistem informasi dan data terkait sektor kehutanan yang bertujuan untuk membangun pilar - pilar akuntabiitas sektor kehutanan melalui tiga tahapan, yaitu penguatan transparansi kebijakan publik sektor kehutanan, penguatan peran partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengurusan hutan dan penguatan hukum sektor kehutanan.
Secara praktis bagi KPK, tiga tahapan ini diarahkan pada dua output yaitu mendorong pencegahan anti korupsi dan penguatan penegakan hukum.
Saat ini, tim koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi KPK telah menyusun rencana aksi perbaikan tata kelola mineral dan batu bara (minerba) 12 provinsi ( termasuk pemkab) berikut kementrian terkait. Ini adalah kajian yang berujung pada undangan terhadap 12 gubernur prioritas KPK yang telah diundang KPK pada 7 februari 2014 lalu termasuk Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek ishak.
Sebagai tindak lanjut tim akan berkeliling keduabelas provinsi tersebut untuk memastikan komitmen Pemda terhadap rencana akhir yang telah disepakati. Pemda diwajibkan memberi laporan kemajuan setiap tiga bulan persis seperti NKB 12 K/L, dan akan disinergikan dengan NKB tersebut dan IMH.
Dian Patria menjelaskan, " dalam konsep minerba terdapat lima sasaran, sepuluh rekomendasi dan empat puluh enam rencana aksi. Lima sasaran tersebut adalah pertama penataan izin, kewajiban keuangan dalam usaha penjualan, kewajiban laporan, kewajiban pemurnian serta yang terakhir adalah pengawasan atas pengapalan dan penjualan". " konsep minerba ini mendorong kebijakan di pusat tapi impementasinya ada di lapangan, maka dilakuakan kegiatan di 12 provinsi" tambahnya.
Salah satu respon menarik dalam diskusi di kemukakan oleh Merah Johansyah yang memberikan informasi bahwa dalam tiga bulan ini lembaga Jatam ( jaringan anti tambang) beserta Pokja 30 membahas dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang dimenangkan tahun lalu atas salah satu instansi pemerintah melalui sengketa informasi publik ( UU no.14 2008).
Dimana instansi ini tidak juga memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan AMDAL, hingga pengadilan melakukan pemanggilan melalui Aanmaning untuk lembaga tersebut agar segera menyerahkan AMDAL, walaupun kenyataanya AMDAL ini diserahkah secara dicicil. Setiap seminggu sekali harus kepengadilan. Sedangkan ada 63 AMDAL, jadi dibutuhkan 63 minggu untuk mengumpulkan AMDAL - AMDAL ini. Padahal AMDAL ini merupakan sebuah metode dan mekanisme kontrol terhadap industri tambang yang memiliki daya rusak sangat tinggi. Bahkan AMDAL yang di derahkan instansi ini tak lebih dari AMDAL " bodong" dimana data yang disajikan sangat tidak akurat, hanya copas alias copy paste.
Merah Johansyah juga menambahkan bahwa " kejahatan tambang ini masuk melalui dua pintu yaitu korupsi dan kekerasan".
Respon lainnya juga datang dari Margaretha Seting ketua BPH Aman Kaltim yang menyatan "dalam pengumpulan informasi mengenai keterlibatan aparat pemerintah, perlu dibuat wadah sebagai tempat pengaduan agar informasi yang di sampaikan bisa terorganisir, karena CSO dan NGO ini memiliki data informasi yang beragam sesuai dengan spesifikasi bidang masing - masing.
Dalam diskusi ini KPK juga menjelaskan cara yang akan dibangun KPK untuk melibatkan CSO dan NGO untuk melaporkan dan terlibat aktif memantau aparat pemerintah, yang pertama dengan membangun Dumas ( Unit Pengaduan Masyarakat). Kedua, Melatih CSO dan NGO membuat laporan struktur yang sesuai dengan KPK. Ketiga, membangun simpul daerah yang terdiri dari CSO dan NGO yang bonafid.
Dalam membangun simpul pemantauan ini harus sesuai dengan gerakan pemantauan KPK yang tertuang dalam rencana aksi tersebut yang dapat dibaca pada position paper pada ACCH.KPK.go.id
Dalam issue hutan KPK juga dibantu Sekjen AMAN yaitu Abdon Nababan yang menjadi tim ahli dalam resolusi konflik sosial.
Respon lainnya juga datang dari Margaretha Seting ketua BPH Aman Kaltim yang menyatan "dalam pengumpulan informasi mengenai keterlibatan aparat pemerintah, perlu dibuat wadah sebagai tempat pengaduan agar informasi yang di sampaikan bisa terorganisir, karena CSO dan NGO ini memiliki data informasi yang beragam sesuai dengan spesifikasi bidang masing - masing.
Dalam diskusi ini KPK juga menjelaskan cara yang akan dibangun KPK untuk melibatkan CSO dan NGO untuk melaporkan dan terlibat aktif memantau aparat pemerintah, yang pertama dengan membangun Dumas ( Unit Pengaduan Masyarakat). Kedua, Melatih CSO dan NGO membuat laporan struktur yang sesuai dengan KPK. Ketiga, membangun simpul daerah yang terdiri dari CSO dan NGO yang bonafid.
Dalam membangun simpul pemantauan ini harus sesuai dengan gerakan pemantauan KPK yang tertuang dalam rencana aksi tersebut yang dapat dibaca pada position paper pada ACCH.KPK.go.id
Dalam issue hutan KPK juga dibantu Sekjen AMAN yaitu Abdon Nababan yang menjadi tim ahli dalam resolusi konflik sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar