Rabu, 04 Februari 2015

MASRANI SANG TOKOH PEJUANG DARI MUARA TAE

MASRANI 

Nama:  Masrani,SH
Alias: Tran
Tempat Tanggal Lahir: Muara Tae, 15 Maret 1984

PENDIDIKAN
-          SDN 07 Mancong lulus tahun 1998
-          SMP Terbuka lulus tahun 2001
-          SMAN 5 Samarinda lulus tahun 2005

KARIR
 Petinggi Muara Tae periode 29 juni 2010 – 29 juni 2016


Masrani  lahir di Muara Tae 19 maret 1984, adalah mantan petinggi Muara Tae. Di kenal sebagai petinggi yang sangat aktif dalam aksi – aksi menentang keras keberadaan  perusahaan – perusahaan di tanah adat Muara Tae, terutama perusahaan sawit.

Masrani  dengan nama kecil Tran dilahirkan di Muara Tae merupakan anak dari Petrus Asuy dan Ibu Magdalena Tingaq, anak kedua dari empat bersaudara , dan 6 saudara tiri dari pernikaahan kedua ayahnya. Merupakan anak suku Dayak Benuaq asli.

Masa kecil Masrani lebih banyak di habiskan di ladang  orang tuanya. Barulah setelah masuk sekolah beliau tinggal di Kampung Muara Tae bersama nenek sampai kelas tiga SD. Sebelum akhirnya pindah ke Tanjung Isuy.

Masa sekolah Masrani penuh liku – liku dengan seringnya berpindah – pindah sekolah diawali saat kelas tiga SD pindah ke Tanjung Isuy dari Muara Tae,  kemudian tidak naik kelas empat saat di Tanjung Isuy karena jarang masuk sekolah dengan alasan kurang merasa nyaman tinggal di rumah orang yg kurang dirasa dekat yang merupakan nenek beliau sendiri. Akhirnya beliau pindah ke Macong dan tinggal di rumah pamannya Bapak Andre Singko.

Kemandirian Masrani kecil sudah dibuktikan dengan keputusan beliau untuk tinggal sendiri di perumahan guru pindah dari rumah pamannya sampai lulus SD. Walaupun ada resiko yang harus dihadapi seperti berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Pada hari sabtu minggu beliau pulang ke Muara Tae untuk megambil beras dengan tiga setengah jam berjalan kaki. Kendala biaya hampir memupuskan harapan beliau untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMP.

Awal masa SMA Masrani dimulai di SMA Danau Jempang  Tanjung Isuy yang sekarang di kenal dengan nama SMA negeri 10 tanjung Isuy, pada kelas dua SMA pidah ke SMA Negeri  9 lempake – Samarinda. Walaupun harus memulai dari kelas satu lagi karena status sekolah sebelumnya belum disamakan, dan panda ke SMA Negeri  5 sampai lulus.

Cita – cita Masrani kecil cenderung berubah, tapi  ada keinginan besar untuk menjadi dokter dan beliau mencoba mewujudkannya dengan mendaftar di fakultas kedokteran UNMUL. Namun  gagal dikarenakan buta warna saat tes kesehatan. Jadi beliau memilih ILKOM, sampai pada suatu keadaan muncul keinginan beliau mendaftar di fakultas hukum UMNUL. Karena masalah pertanahan yang mendesak. Jadilah beliau menjalani kuliah ganda. tapi pada akhirnya Fakultas hukum menjadi pilihan utama Masrani, setelah kesulitan membagi waktu ketika menjalani kuliah ganda. Pilihan terhadap fakultas hukum karena lebih mendukung dalam kegiatannya dalam membela hak – hak tanah  warganya yang mengalami ancaman dari perushahan – perusahaan tambang dan sawit.

Perjuangan Masrani dalam membela hak – hak tanah adat warga dimulai sekitar tahun 1998 dalam kasus  PT.LONSUM dan merupakan awal inspirasi bagi beliau bahwa “perjuangan memang penting dan dampak – dampak dari perusahaan memang sudah dirasakan”.
Dalam beberapa kasus pertanahan Masrani melihat seringnya kasus – kasus tersebut tidak tundas dan tidak terselesaikan akibat lemahnya petinggi Muara Tae pada waktu itu. Petinggi dianggap tidak tegas dan berani memimpin masyarakatnya untuk berjuang membela hak – hak mereka. Akhirnya beliau mencalonkan diri dalam pemilihan petinggi Muara Tae dan kemudian terpilih menjadi petinggi muara tae periode 29 juni 2010 sampai 29 juni 2016.

Sampai saat ini perjuangan Masrani masih berlangsun untuk mengeluarkan perusahaan dari tanah adat Muara Tae. Aktivtas nyata beliau saat ini dengan mengkoordinir masyarakat untuk melakukan penolakan – penolakan dan pengaduan, melakukan untuk menghalangi perusahaan menduduki Wilayah Tanah Adat Muara Tae. 

Masrani menganggap bahwa kasus Wilayah Tanah adat Muara Tae harus di selesaikan dengan tuntas dengan keluarnya perusahaan sawit yang selama ini menjadi penyebab konflik sehingga masyarakat adat Muara Tae bisa dengan leluasa memberdayakan sumberdaya – sumberdaya yang ada di Wilayah Tanah Adat mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar